Minggu, 28 April 2013

TATACARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM



BAB I
PENDAHULUAN

Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Perkawinan bukan hanya jalan yang sangat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan. Tetapi perkawinan dapat dipandang sebagai suatu jalan menuju pintu perkenalan suatu kaum dengan yang lain,serta menjadi jalan penguat untuk saling tolong menolong antar satu dengan yang lain.[1]

Sebenarnya pernikahan pertalian yang sangat erat dalam hidup dan kehidupan manusia. Bukan saja antara suami istri dan keturunannya melainkan kedua belah keluarga , bagaimana tidak, pergaulan yang baik antara suami istri , kasih mengasihi, akan tersebar pada kedua belah keluarga. Sehingga mereka akan menjadi satu dalam berbagai urusan, saling tolong menolong, dan terhindar dari kejahatan, selain karena itu perkawinan pula dapat memelihara sesorang dari terjerumus pada hawa nafsunya.

Dalam makalah yang singkat ini akan dibahas bagai mana islam mengatur tatacara pernikahan antara seorang individu dengan yang lain. 


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Pengertian Nikah

Secara bahasa (etimologi), nikah berarti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan, atau bersenggama (wath’i). dalam istilah bahasa Indonesia, nikah sering disebut dengan kawin.

Dalam pasal 1 Bab I, UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, perkawinan/pernikahan di definisikan sebagai berikut :
”perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.”

Pernikahan atau perkawinan adalah ”ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan wanita dalam suatu rumah tangga berdasarkan kepada tuntunan agama.” ada juga yang mengartikan : ”suatu perjanjian atau aqad (ijab & Qabul) antara seorang laki-laki dan perempuan untuk menghalalkan hubungan badaniyah sebagaimana suami istri yang sah yang mengandung syarat-syarat dan rukun-rukun yang ditentukan oleh syariat islam.”[2]

Ijab ialah suatu pernyataan berupa penyerahan dari seorang wali perempuan atu wakilnya kepada seorang laki-laki dengan kata-kata tertentu maupun syarat dan rukun yang ditentukan oleh syara.

Qabul ialah suatu pernyataan penerimaan oleh pihak laki-laki terhadap pernyataan wali perempuan atau wakilnya sebagaimana dimaksud diatas.

  1. Anjuran Menikah

Firman Allah SWT.

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
Artinya :
maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (QS. An-Nisa : 3)[3]


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS. ar Ra’d:38

Barangsiapa memberi karena Allah, menahan kerena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikahkan karena Allah maka ia telah menyempurnakan iman.” (HR. Hakim,dia berkata: Shahih sesuai dg syarat Bukhari Muslim. Disepakati oleh adz Dzahabi)[4]

Sabda Nabi SAW ;

يَا عَلِيُّ ثَلَاثٌ لَا تُؤَخِّرْهَا الصَّلَاةُ إِذَا آنَتْ وَالْجَنَازَةُ إِذَا حَضَرَتْ وَالْأَيِّمُ إِذَا وَجَدْتَ لَهَا كُفْئًا

“Hai Ali, ada tiga perkara yang janganlah kamu menunda pelaksanaannya, yaitu shalat bila telah tiba waktunya, jenazah bila sudah siap penguburannya dan wanita (gadis atau janda) bila menemukan laki-laki sepadan yang meminangnya.”
HR. Tirmidzi

  1. Hukum pernikahan

Hukum pernikahan ada lima :

a)      Jais (diperbolehkan), ini asal hukumnya
b)      Sunnat, Bagi orang yang berkehendak serta cukup belanjanya (nafkah dan lain-lain)
c)      Wajib, atas orang cukup mempunyai belanja dan ia takut akan tergoda kepada kejahatan (zina)
d)     Makruh, terhadap orang yang tidak mampu memberi nafkah
e)      Haram, kepada orang yang berniat akan menyakiti pasangannya.[5]


  1. Khitbah

  1. Pengertian dan hukum khitbah

Yang dimaksud dengan khitbah adalah pernyataan atau ajakan untuk menikah dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan atau sebaliknya dengan cara yang baik.

Sedangkan hukumnya adalah boleh (mubah) dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
  1. perempuan yang akan dipinang harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1)      tidak terikat oleh akad pernikahan
2)      tidak berada dalam masa iddah talak raj’i
3)      bukan pinangan laki-laki lain.

Rasulullah SAW. Bersabda :
”Seorang mukmin adalah saudara mukmin lainnya. Oleh karena itu ia tidak boleh membeli atau menawar sesuatu yang sudah di beli/ditawar saudaranya, dan ia tidak boleh meminang seseorang yang sudah dipinang saudaranya. Kecuali ia telah dilepasnya.’
(Mutafaq ’Alaih)

  1. Cara mengajukan pinangan

1)      Pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya boleh dinyatakan secara terang-terangan.
2)      Pinangan kepada janda yang masih dalam thalaq ba’in atau iddahditinggal wafat suaminya, tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan. Pinangan kepada mereka hanya boleh dilakukan secara sindiran saja.

Allah SWT. Berfirman :

فِيمَا عَرَّضْتُمْ بِهِ مِنْ خِطْبَةالنِّسَاءِ أَوْ ِ وَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
أَكْنَنْتُمْ فِي أَنْفُسِكُمْ


”Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu.” (QS. Al-baqarah :235)


  1. Rukun dan Syarat Nikah

Pernikahan dianggap sah jika rukun nikah dan syarat-syaratnya telah terpenuhi. Rukun nikah terdiri dari lima :

1)            Calon suami, dengan syarat sebagai berikut:

a)      Muslim
b)      Merdeka
c)      Berakal
d)     Benar-benar laki-laki
e)      Adil
f)       Tidak beristeri empat
g)      Tidak mempunya hubungan makhram dengan calon istri
h)      Tidak sedang berikhram haji atau umrah

2)            Calon Istri, dengan syarat sebagai berikut:

a)      Muslimah
b)      Benar-benar perempuan
c)      Telah mendapat ijin dari walinya
d)     Tidak bersuami atau tidak dalam masa iddah
e)      Tidak mempunyai hubungan mahram dengan calon suami
f)       Tidak sedang berikhram haji atau umrah

3)            Shighat (ijab dan qabul), dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a)      Lafadz ijab dan qabul harus harus lafadz nikah dan tazwij
b)      Lafadz ijab dan qabul bukan kata-kata kinayah (kiasan)
c)      Lafadz ijab dan qabuk tidak boleh dita’likan (dikaitkan) dengan suatu syarat tertentu, seperti : ”Aku nikahkah engkau dengan anakku dengan syarat engkau segera membangun rumah. . . dst.”
d)     Lafadz ijab qabul harus terjadi pada suatu majlis. Maksudnya lafadz qabul    harus segera diucapkan setelah ijab.

4)            Wali calon pengantin perempuan, dengan syarat sebagai berikut:

a)      Muslim
b)      Berakal
c)      Tidak fasik
d)     Laki-laki
e)      Mempunya hak untuk menjadi wali

5)            Dua orang saksi, dengan syarat sebagai berikut:

a)      Muslim
b)      Baligh
c)      Berakal
d)     Merdeka
e)      Laki-laki
f)       Adil
g)      Pendengaran dan penglihatannya sempurna
h)      Memahami bahasa yang diucapkan dalam ijab qabul
i)        Tidak sedang mengerjakan ikhram haji dan umrah[6]



  1. Wali, Saksi, Ijab, Qabul, dan Walimah

1)      Pengertian Wali dan Saksi

Wali adalah oarang yang berhak menikahkan perempuan dengan laki-laki sesuai dengan syariat islam. Sedangkan saksi adalah oarang yang menyaksikan dengan sadar pelaksanaan ijab qabul dalam prnikahan.
Wali dalam pernikaha memiliki kedudukan yang sangat penting, bahkan dapat menentukan sah tidaknya pernikahan.


2)      Persyaratan Wali dan saksi

a)      persyaratan Wali

Wali calon pengantin perempuan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
  • laki-laki
  • muslim
  • baligh
  • berakal
  • tidak fasik
  • memiliki hak untuk menjadi wali

b)      persyaratan saksi

dalam pernikahan harus disaksikan oleh minimal dua orang saksi, dengan syarat sebagai berikut:
  • muslim
  • baligh
  • berakal
  • merdeka
  • laki-laki
  • adil
  • pendengaran dan englihatanya sempurna
  • memahami bahasa yang diucapkan dalam ijab kabul
  • tidak sedang mengerjakan ihram haji atau umrah.

3)      Ijab Qabul

Ijab qabul adalah ucapan penyerahan yang dilakukan oleh wali mempelai perempuan dan penerimaan oleh mempelai laki-laki. Ijab Qabul merupakan ucapan yang dianggap sakral, karena dapat menghalalkan hubungan laki-laki dengan perempuan yang asalnya haram.

Tekhnik ijab qabul bisa diawali dengan penyerahan dari wali perempuan yang kemudian diterima oleh pengantin laki-laki, atau diawali dengan permintaan dari ihak pengantin laki-laki yang kemudian diterima dan diserahkan oleh pihak wali perempuan. Contoh kalimatnya sebagai berikut:

Wali perempuan :”saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama.............dengan maskawin.................tunai.”
Mempelai Laki-laki : ”saya terima nikahnya.............binti.............dengan maskawin..........tunai.”

Atau

Mempelai laki-laki: ”nikahkanlah saya dengan...........binti..........dengan maskawin..........tunai.”
Wali perempuan : ”saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama ........... dengan maskawin...........tunai.”

4)      Walimah

Walimah makna asalnya adalah : ”makanan dalam pernikahan” dalam pengertian bahasa berarti ”pesta”,”kenduri”, atau ”resepsi”. Walimah nikah adalah pesta yang diselenggarakan setelah dilaksanakanya akad nikah dengan dihidangkannya berbagai jamuan yang biasanya disesuaikan dengan adat setempat. Selain Sebagai tanda syukur juga bertujuan untuk memberitahukan kepada kerabat ,sanak famili,dan handai taulan bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri. Sehingga terhindar dari fitnah karena ketidak tahuan.

Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum walimah adalah sunnah muakkadah,hal ini disandarkan pada hadits nabi SAW.:
Yang artinya : ” rasulullah SAW. Bersabda kepada Abdurrahman bin Auf. Adakanlah walimah, sekalipun hanya memotong seekor kambing.”
(muttafaq ’alaih)

  1. Hak dan Kewajiban Suami Istri

Secara garis besar, hak dan kewajiban suami istri dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : kewajiban suami, kewajiban istri,dan kewajiban bersama.

1)            kewajiban suami (hak istri)


§  membayar mahar
§  memberikan nafkah dengan ma’ruf (baik), baik berupa sandang, pangan, papan, kesehatan,dll.
§  Menggauli istri dengan ma’ruf, yaitu dengan cara-cara yang yang penuh kasih sayang karena Allah ta’ala.
§  Memimpin keluarga,sehingga menjadi keluarga yang harmonis
§  Mendidik dan membimbing seluruh anggota keluarga kejalan yang benar
§  Adil dan bijaksana terhadap anggota keluarga.

2)            kewajiban istri (hak suami)

  • menaati suami jika meminta atau memerintah, kecuali memerintah pada keburukan.
  • Menjaga diri dan kehormatan keluarga
  • Menjaga harta kepunyaan suami
  • Mengatur rumah tangga
  • Mendidik anak

3)            kewajiban bersama

  • menjaga nama baik seluruh anggota keluarga
  • menghormati dan berbuat baik kepada keluarga keduanya
  • memelihara kepercayaan diri dan menyimpan rahasia rumahtangga dan memelihara keutuhannya.
  • Mewujudkan pergaulan yang serasi, rukun, damai, dan sling pengertian.
  • Memelihara dan mendidik anak dengan penuh kasih sayang
  • Memaafkan kesalahan yang lain
  • Sadar dan menyadari kekurangan yang ada pada diri masing-masing
  • Bijaksana dalam memecahkan masalah keluarga.


                   VIII.            Hikmah Pernikahan

  1. Hikmah pernikahan bagi individu dan keluarga

a)      Terwujudnya kehidupan yang tentram, karena terjalinnya cinta dan kasih sayang diantara sesama.
Firman allah :

Artinya :
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

a)      terhindar dari perbuatan maksiat, terutama perbuatan masturbasi, perzinahan, dan pemerkosaan.
b)      nikah merupakan jalan yang baik untuk mendapatkan keturunan yang baik dan mulia sekaligus merupakan upaya menjaga kelangsungan hidup manusia sesuai dengan ajaran agama.
c)      dengan nikah dan kemudian mempunyai anak naluri kebapakan dan naluri keibuan akan tumbuh dan berkembang saling melengkapi.
d)     nikah dapat mendorong seseorang,terutama laki-laki untuk bersungguh-sungguh dalam mencari rizki yang banyak dan halal karena tanggung jawabnya.
e)      pemperluas persaudaraan
f)       mendatangkan keberkahan[7]

2.            Hikmah pernikaha bagi masyarakat

a)      Terjaminnya ketenangan dan ketentraman anggota masyarakat. Karena masyarakat dapat terhindar dari perbuatan-perbuatan maksiat akibat dorongan naluri seksual yang tidak tersalurkan kejalan yang benar dan halal
b)      Dapat meringankan beban masyarakat, karena semakin banyaknya jumlah keluarga dalam masyarakat maka tingkat kebersamaanya akan semakin tinggi, terutama dalam bidang pembangunan fisik.
c)      Dapat memperkokoh tali persaudaraan dan memperteguh kelanggengan rasa cinta dan kasih sayang dan tolong-menolong antar keluarga dalam masyarakat.


Wallahu a’lamu bissawwab_


DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur’anul Kariim.

Hasan, Ali. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta.1996

Qasim al-Ghizzi, Muhammad. Fat-hul Qarib (terjemahan), Trigenda Karya:1995

Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. Attahiriyah : Jakarta 1976

Suparta, HM. Dan Zaenuddin,Djedjen. Fiqih MA kls.2. PT, Karya Toha Putra : Semarang. 2005
HaditsWeb Kumpulan & Referensi Belajar Hadits, Al-Qur’an dan terjemahnya, http:// opi.110mb.com



[1] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam,Jakarta: attahiriyah 1976, hlm. 355

[2] H.M. Suparta dan djedjen zainuddin, Fiqih MA Kls. 2, Semarang : PT. Karya Toha Putra,2005,hlm.72
[3] HaditsWeb Kumpulan & Referensi Belajar Hadits, Al-Qur’an dan terjemahnya, http:// opi.110mb.com
[5] Sulaiman.hlm. 362
[6] Suparta,hal.81-82
[7] Ibid,hal 83-86

Tidak ada komentar:

Posting Komentar