Minggu, 28 April 2013

AT-TA’MIN (ASURANSI) dan AT-TAKAFUL (TOLONG MENOLONG)



Makalah
AT-TA’MIN (ASURANSI) dan AT-TAKAFUL (TOLONG MENOLONG)

BAB II
PEMBAHASAN

A.     AT – TA’MIN (ASURANSI)
II.I. Pengertian dan Ciri Asuransi Konvensional
Kata Asuransi brasal dari bahasa belanda, assurantie, yang dalam hukum belanda disebut Verzkering yang artinya Pertanggungan. Dari peristilahan Assurantie kemudian timbul Istilah Assuradeur bagi Penanggung, dan Geassureerde bagi tertanggung.[1]
Banyak Definisi tentang Asuransi konvensional. Menurut Robert I. Mehr,[2] Asuransi adalah a device for reducing risk by combining a sufficient number predictable loss in then shared by or distributed proportionately among all units in the combination (Suatu alat untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar krugian individu secara koloektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprdiksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsinal diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut).
Mark R. Greene[3] mendefinisikan asuransi sebagai an economic institution that reduces risk by combining under one managenent and group of objects so situated that the aggregate accidental losses to wich the group is subject become perdictable within narrow limits (institusi ekonomi yang mengurangi resiko dengan menggabungkan dibawah satu manajemen dan kelompok objek dalam suatu kondisi sehingga kerugian besar yang terjadi yang diderita oleh suatu kelompok yang tadi dapat diprediksi dalam lingkup yang lebih kecil). Sedangkan C Artur williams Jr. dan Ricardo M. Heins[4] melihat asuransi dari dua sudut pandang, pertama adalah Asurance is the protection against financial lossby by an insurer (Asuransi adalah perlindungan terhadap risiko financial oleh penanggung). Sedngkan, kedua adalah insurance is a device by means of which the risks of two or  more persons or firms are combined through actual or promised contributions to a fund out of which claimants are paid (Asuransi adalah alat yang mana dua orang atau lebih atau perusahaan-perusahaan digabungkan melalui kontribusi premi yang pasti atau yang ditentukan sebagai dana yang dipakai untuk membayar klaim).
Definisi asuransi sebetulnya bisa diberikan dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang ekonomi, hokum,bisnis,social,ataupun berdasarkan pengertian matematika. Itu berarti bisa lima definisi bagi asuransi. Tidak ada satu definisi yang bisa memenuhi masing-masing sudut pandang tersebut. Asuransi merupakan bisnis yang unik, yang didalamya terdapat kelimanya aspek tersebut, yaitu aspek ekonomi, hukum, sosial, bisnis, dan aspek matematika.[5]
Secara baku, definisi asuransi di indonesia telah di tetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian,[6] ” Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau, tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung , yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.” Sedangkan, ruang lingkup usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, memberi perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
Kemudian Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah[7]:
a)        Akad asurasi konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah keawajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan.
b)        Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
c)        Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.
d)        Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki tertanggung,
II.II. Pengertian dan Ciri Asuransi Syariah
Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min[8], at-ta’min diambil dari kata amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut,[9] Sebagaimana firman allah SWT.
“Dialah allah yang mengamankan mereka dari ketakutan.”(Quraisy : 4)
Menurut Musthafa Ahmad Zarqa[10] Makna asuransi secara istilah adalah kejadian. Adapun metodologi dan gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya, asuransi adalah cara atau metode untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam aktivitas ekonominya.
Husain Hamid Hisan[11] mengatakan bahwa asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut. Mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian, asuransi adalah ta’awun yang terpuji. Yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan taqwa. Dengan ta’awun mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka.
Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah Sebagai berikut[12]:
a)       Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.
b)       Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
c)        Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
d)       Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.
e)        Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
II.III. Perbandingan Antara Asuransi Syariah dan Konvensional
1)                     Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah. Jika diamati dengan seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah, diantaranya sebagai berikut:
a)            Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing- masing pihak.
b)            Kedua-duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota
c)             Kedua asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus)
d)            Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.
2)              Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal.
a)            Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
b)            Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).
c)             Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.
d)            Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
e)             Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
f)               Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Dari perbandingan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar’i yang bisa dijadikan objek muamalah yang syah bagi kaum muslimin. Hal itu dikarenakan banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.
II.IV. Manfaat asuransi syariah.
Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu:
a)        Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.
b)        Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong menolong.
c)         Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
d)        Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita satu pihak.
e)         Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
f)           Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.
g)         Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.
h)         Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat berfungsi(bekerja).

B.             AT-TAKAFUL (TOLONG MENOLONG)
Istilah lain dari asuransi syariah adalah at-takaful. Kata takaful berasal dari takafala – yatakafalu, yang secara etimologi berarti menjamin atau saling menanggung. Kata takaful[13] sebenarnya tidak dijumpai dalam al-qur’an, namun ada sejumlah kata yang seakar dengan takaful, seperti dalam surat tahaa ayat 40, ”Idz tamsyi Ukhtuka fataquulu hal adullukum ‘alaa mayak fuluhu.” (ketika saudaramu wanita musa berjalan lalu berkata kepada fir’aun, ‘bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang memeliharanya.’)”. pengertian memelihara manusia dalam hal ini adalah bayi musa.
Yakfulu dapat juga diartikan menjamin, seperti dalam surah an-nisa ayat 85, “waman yasyifa ‘syafa atan sayyiatan yakun lahu rifkun munha.” (barang siapa yang memberi syafaat (melindungi hak-hak orang dari kemudharatannya) yang buruk niscaya ia akan memikul (resiko) bagian daripadanya.) secara istilah menurut KH Latif Mukhtar, MA.[14] Mungkin istilah at-takaful berasal dari fikrah atau konsep Syekh Abu Zahra, Seorang fakih di mesir yang menulis buku Takaful Al-Ijtima’i Al-Islam (Sosial Security in Islam atau Jaminan sosial dalam islam).
Takaful[15] dalam pengertian muamalah ialah saling memikul resiko diantara sesama orang sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana Tabarru’ dana ibadah, sumbangan, derma yang ditunjukkan untuk menanggung resiko. Takaful dalam pengertian ini sesuai dengan al-qur’an’
“Dan Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa; dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (TQS. Al-Maidah : 2)
                Menurut Syekh Abu Zahrah;[16]yang dimaksud dengan attakaful al-ijtima’i itunialah bahwa setiap individu suatu masyarakat berada dalam jaminan atau tanggungan masyarakatnya. Setiap orang yang memiliki kemampuan menjadi penjamin dengan suatu kebajikan abgi setiap potensi kemanusiaan dalam memasyarakat sejalan dengan pemeliharaan kemaslahatan individu yakni, dalam hal menolak yang merusak dan memelihara yang baik agar terhindar dari berbagai kendala pembangunan masyarakat dibangun diatas dasar-dasar yang benar. Ungkapan yang paling tepat untuk makna attakaful al-ijtima’i kata syekh abu zahra ialah sabda nabi SAW.,
“Mukmin Terhadap Mukmin yang lain seperti bangunan memperkuat satu sama lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
“Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan, apabila salahsatu anggota badan itu menderita sakit maka seluruh badan merasakannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
                Takaful dalam pengertian Muamalah diatas, ditegakkan diatas tiga prinsip dasar.[17]
a)                                Saling Bertanggung jawab.
Banyak Hadits Nabi SAW. Seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang mengajarkan Bahwa hubungan orang-orang yang beriman dalam jalinan rasa kasih sayang satu sama lain, ibarat satu badan, bila satu bagian tubuh sakit, maka seluruh anggota tubuh akan turut merasakan penderitaan.
“Setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab dan setiap kamu bertanggung jawab terhadap orang-orang dibawah tanggung jawab kamu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
“Tidak sempurna keimanan seorang mukmin sehingga ia menyukai sesuatu untuk saudaranya sebagaimana ia menyukai sesuatu itu untuk dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
b)             Saling Bekerjasama dan Saling Membantu
Allah SWT Memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakkan nilai tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa, sebagaimana Firman-Nya.:
“....Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa, janganlah tolong menolong dalam dosa dan permusuhan...” (TQS. Al-Maidah : 2)
       Hadits Nabi SAW. Mengajarkan bahwa orang yang meringankan kebutuhan hidup saudaranya akan diringankan kebutuhannya oleh allah. Allah akan menolong hambanya selagi ia menolong saudaranya.
c)                   Saling Melindungi
Hadits Nabi SAW. Mengajarkan bahwa belum sempurna keimanan seseorang yang dapat tidur dengan nyenyak dengan perut kenyang sedangkan tetangganya menderita kelaparan.
“Orang muslim adalah orang yang memberikan keselamatan kepada sesama muslim dari gangguan perkataan dan perbuatan.”
       Dasar pijak Takaful dalam asuransi mewujudkan hubungan manusia yang islami diantara para pesertanya yang sepakat untuk menanggung bersama diantara mereka atas resiko yang diakibatkan musibah yang diderita oleh peserta sebagai akibat dari kebakaran, kecelakaan, kehilangan, sakit, dan sebagainya.
       Semangat asuransi takaful adalah menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan diantara peserta. Persaudaraan disini meliputi dua bentuk : Persaudaraan berdasarkan kesamaan keyakinan (ukhuwah islamiyah) dan persaudaraan atas dasar kesamaan derajat manusia (ukhuwah insaniyah).[18]
BAB III
PENUTUP
Kesimpualan
Kata Asuransi (konvensional) berasal dari bahasa belanda, assurantie, yang dalam hukum belanda disebut Verzkering yang artinya Pertanggungan. Dari peristilahan Assurantie kemudian timbul Istilah Assuradeur bagi Penanggung, dan Geassureerde bagi tertanggung.
Dalam bahasa arab asuransi (Syariah) disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min, at-ta’min diambil dari kata amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut.
Asuransi konvensional dan syariah memiliki beberapa perbedaan dan persamaan, namun asuransi memiliki manfaat yang jauh lebih banyak ketimbang asuransi konvensional, disamping tidak memiliki pertentangn dengan hukum dan kaidah agama.
Sedangkan at-takaful adalah nama lain dari asuransi syariah, yang didalamnya memiliki tiga prinsip dasar, yaitu :
a)      Saling Bertanggung jawab.
b)      Saling Bekerjasama dan Saling Membantu, serta
c)       Saling Melindungi.
Wallahu a’lamu._
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah Muhammad, At-Takaful Al-Ijtima’i Fil Islam. 1964. Darul Qaumiyah Lil Tiba’ah Wal Nasyir. Kairo, 1964.
Ali Yafie, Asuransi Dalam Pandangan Islam, dalam Menggagas Fiqih Sosial. Mizan, Bandung. 1994
Ali Yafie, Fiqih Perdagangan Bebas, BSM – Teraju, Jakarta, 2003
C . Arthur Williams Jr. And Richard M. Heins. Risk Management and Insurance, Fifth Edition, LOMA,1987
DAI, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 dan Peraturan Pelaksanaan Tentang Usaha Perasuransian, Edisi 2003.
Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta,2000.
Herman Darmawi, Manajemen Resiko, Bumi Aksara, Jakarta,1999.
Juhaya S Praja. Asuransi Takaful.Pranata. Edisi I,1994
Juhaya S Praja, Daya Saing Asuransi Takaful Menuju Era Liberalisasi Ekonomi. Makalah Seminar Asuransi Islam, FMIPA Unpad, Tanggal 11 Pebruari 1995.
Latif Abdul Mahmud Al Mahmud, At Ta’min Al Ijtima’i Fi Dhanu’i As-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar An Nafais, Beirut,1994.
Mark R. Greene, Life and Health Insurance Companiea As Financial Institutions, LOMA; 1995.
Muhammad Syakir Sula. Konsep Asuransi dalam Islam. Pondok Pesantren Mahasiswa (PPM) Fi Zhilal Al-Qur’an Jatinangor, Bandung, Desember 2006
Robert I Mehr, Life Insurance Theory and Practice,Business Publication Inc. 1985.
Salim Segaf al-jufri. Ar-Riba Wa Adhraruhu alal Mujtama’ Al-islami, 1400 H.
Syarikat Takaful Malaysia, Buku panduan Pendirian Syarikat Takaful Malaysia, 1984.



[1] KH Ali Yafie, Asuransi dalam pandangan syariat islam, Menggagas fiqih sosial , penerbit Mizan,Bandung,1994, hlm.205-206. lihat juga Emmy P Simanjuntak. Hukum Pertanggungan, UGM. Yogyakarta. 1982,hlm. 7.
[2] Robert I Mehr, Life Insurance Theory and Practice, 1985. Business Publication Inc
[3] Mark R Greene, Life and Health Insurance Compaines as Financial Institutions, 1984. LOMA
[4] C. Artur Williams Jr. and Ricard M. Heins,risk manajemen and insurance, fifth edition, 1987. Mc. Graw-Hill Book Company, hlm. 214-215.
[5] Herman Darmadi, Manajemen Asuransi,2000, Bumi Aksara,Jakarta,hlm.2-3.
[6] Dewan Asuransi Indonesia, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 dan Peraturn Pelaksanaan Tentang Usaha Perasuransian, Edisi 2003, DAI, hlm. 2-3
[7] http//: www.rumaysho.com
[8] Jubran Ma’mud, Ar-Ra’id, Mu’jam Lughawy ‘Ashry, Beirut, Daar Al-Islami Li Al Malayin, t.t jilid I. Hal.30
[9] Salim Segaf al-jufri. Ar-Riba Wa Adhraruhu alal Mujtama’ Al-islami,1400 H, hlm.219
[10] Musthafa Ahmad Zarqa, Al-Ightishadi Al-Islamiyah – Nidzomutta’min......., Beirut. Dar Al-Fiqr,1968.
[11] Husain Hamid Hisan, Hukmu asy-Syari’ah al-Islamiyyah Fii ‘Uquudi at-Ta’miin, Daru al-isham. Kairo,hlm.2
[12] Ibid. http//: www.rumaysho.com
[13] Juhaya S Praja. Asuransi Takaful.Pranata. Edisi I,1994
[14] Latif Mukhtar, Gerakan Kembali Keislam. Rosda. Bandung. 1998. Hlm. 127
[15] Muhammad Syakir Sula,Konsep Asuransi Dalam Islam. PPM Fi Zhilal. Bandung. 1996. Hlm.1
[16] Abu Zahrah Muhammad, At-Takaful Al-Ijtima’i Fil Islam. 1964. Darul Qaumiyah Lil Tiba’ah Wal Nasyir. Kairo.
[17] Syarikat Takaful Malaysia. Panduan Syarikat Takaful Malaysia. 1984. Hlm. 11 - 15
[18] Juhaya S Praja, Daya Saing Asuransi Takaful Menuju Era Liberalisasi Ekonomi, Makalah Seminar Asuransi Islam. FMIPA Unpad, Tgl 11 Februari 1995.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar