Makalah
AT-TA’MIN (ASURANSI) dan AT-TAKAFUL (TOLONG MENOLONG)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
AT – TA’MIN
(ASURANSI)
II.I. Pengertian dan Ciri Asuransi Konvensional
Kata
Asuransi brasal dari bahasa belanda, assurantie,
yang dalam hukum belanda disebut Verzkering
yang artinya Pertanggungan. Dari peristilahan Assurantie kemudian timbul Istilah Assuradeur bagi Penanggung, dan Geassureerde bagi tertanggung.[1]
Banyak
Definisi tentang Asuransi konvensional. Menurut Robert I. Mehr,[2]
Asuransi adalah a device for reducing risk by combining a sufficient number
predictable loss in then shared by or distributed
proportionately among all units in the combination (Suatu alat
untuk mengurangi resiko dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko
agar krugian individu secara koloektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat
diprdiksi tersebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara proporsinal
diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut).
Mark
R. Greene[3]
mendefinisikan asuransi sebagai an economic institution that reduces risk by
combining under one managenent and group of objects so situated that the
aggregate accidental losses to wich the group is subject become perdictable
within narrow limits (institusi ekonomi yang mengurangi resiko dengan
menggabungkan dibawah satu manajemen dan kelompok objek dalam suatu kondisi sehingga
kerugian besar yang terjadi yang diderita oleh suatu kelompok yang tadi dapat
diprediksi dalam lingkup yang lebih kecil). Sedangkan C Artur williams Jr. dan
Ricardo M. Heins[4]
melihat asuransi dari dua sudut pandang, pertama adalah Asurance is the
protection against financial lossby by an insurer (Asuransi adalah
perlindungan terhadap risiko financial oleh penanggung). Sedngkan, kedua adalah
insurance is a device by means of which the risks of two or more persons or firms are combined through
actual or promised contributions to a fund out of which claimants are paid (Asuransi
adalah alat yang mana dua orang atau lebih atau perusahaan-perusahaan
digabungkan melalui kontribusi premi yang pasti atau yang ditentukan sebagai
dana yang dipakai untuk membayar klaim).
Definisi asuransi sebetulnya bisa diberikan dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut
pandang ekonomi, hokum,bisnis,social,ataupun berdasarkan pengertian matematika.
Itu berarti bisa lima definisi bagi asuransi. Tidak ada satu definisi yang bisa
memenuhi masing-masing sudut pandang tersebut. Asuransi merupakan bisnis yang
unik, yang didalamya terdapat kelimanya aspek tersebut, yaitu aspek ekonomi,
hukum, sosial, bisnis, dan aspek matematika.[5]
Secara baku, definisi asuransi di indonesia telah di tetapkan
dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian,[6] ”
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, di
mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung kerugian, kerusakan,
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Atau, tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung , yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”
Sedangkan, ruang lingkup usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan
menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi, memberi
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap
kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau
terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
Kemudian Ada
beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional, diantaranya adalah[7]:
a)
Akad
asurasi konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan)
bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung. Kedua kewajiban
ini adalah keawajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi dan kewajiban
penanggung membayar uang asuransi jika terjadi peristiwa
yang diasuransikan.
b)
Akad
asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang
yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.
c)
Akad
asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak penanggung
dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia
berikan dan jumlah yang dia ambil.
d)
Akad
asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan
asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki
tertanggung,
II.II. Pengertian
dan Ciri Asuransi Syariah
Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin,
sedangkan tertanggung disebut mu’amman
lahu atau musta’min[8],
at-ta’min diambil dari kata amana memiliki
arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut,[9]
Sebagaimana firman allah SWT.
“Dialah
allah yang mengamankan mereka dari ketakutan.”(Quraisy : 4)
Menurut Musthafa Ahmad Zarqa[10]
Makna asuransi secara istilah adalah kejadian. Adapun metodologi dan
gambarannya dapat berbeda-beda, namun pada intinya, asuransi adalah cara atau metode
untuk memelihara manusia dalam menghindari risiko (ancaman) bahaya yang beragam
yang akan terjadi dalam hidupnya, dalam perjalanan kegiatan hidupnya atau dalam
aktivitas ekonominya.
Husain Hamid Hisan[11]
mengatakan bahwa asuransi adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem
yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap
mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa
tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing-masing
peserta. Dengan pemberian (derma) tersebut. Mereka dapat menutupi
kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan
demikian, asuransi adalah ta’awun
yang terpuji. Yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan taqwa. Dengan
ta’awun mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan bahaya
(malapetaka) yang mengancam mereka.
a)
Akad
asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak
boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan
akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil
jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak
lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah
bukan riba.
b)
Akad
asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah
pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk
mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat
melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau
pengurus yang ditunjuk bersama).
c)
Dalam
asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan
aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
d)
Akad
asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.
e)
Asuransi
syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.
II.III. Perbandingan Antara Asuransi Syariah dan
Konvensional
1)
Persamaan
antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah. Jika diamati dengan
seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi konvensional dengan
asuransi syariah, diantaranya sebagai berikut:
a)
Akad
kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing- masing pihak.
b)
Kedua-duanya
memberikan jaminan keamanan bagi para anggota
c)
Kedua
asuransi ini memiliki akad yang bersifad mustamir (terus)
d)
Kedua-duanya
berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.
2)
Perbedaan
antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Dibandingkan asuransi
konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal.
a)
Keberadaan
Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu
keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan
investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam asuransi
konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.
b)
Prinsip
akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang
satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad
asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan
perusahaan).
c)
Dana
yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan
berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada
asuransi konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan
sistem bunga.
d)
Premi
yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya
sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi
konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki
otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.
e)
Untuk
kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana
sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong
bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional,
dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.
f)
Keuntungan
investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan
selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi
konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada
klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa.
Dari perbandingan di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa asuransi konvensional tidak memenuhi standar syar’i yang bisa
dijadikan objek muamalah yang syah bagi kaum muslimin. Hal itu dikarenakan
banyaknya penyimpangan-penyimpangan syariat yang ada dalam asuransi tersebut.
II.IV. Manfaat
asuransi syariah.
Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik
dalam menggunakan asuransi syariah, yaitu:
a)
Tumbuhnya
rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.
b)
Implementasi
dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong menolong.
c)
Jauh
dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.
d)
Secara
umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian yang diderita
satu pihak.
e)
Juga
meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan
dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu,
dan biaya.
f)
Pemerataan
biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu, dan
tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya
tidak tertentu dan tidak pasti.
g)
Sebagai
tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan dikembalikan saat
terjadi peristiwa atau berhentinya akad.
h)
Menutup
Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat
berfungsi(bekerja).
B.
AT-TAKAFUL (TOLONG MENOLONG)
Istilah lain
dari asuransi syariah adalah at-takaful.
Kata takaful berasal dari takafala –
yatakafalu, yang secara etimologi berarti menjamin atau saling menanggung.
Kata takaful[13]
sebenarnya tidak dijumpai dalam al-qur’an, namun ada sejumlah kata yang seakar
dengan takaful, seperti dalam surat tahaa ayat 40, ”Idz tamsyi Ukhtuka fataquulu hal adullukum ‘alaa mayak fuluhu.”
(ketika saudaramu wanita musa berjalan lalu berkata kepada fir’aun, ‘bolehkah
saya menunjukkan kepadamu orang yang memeliharanya.’)”. pengertian memelihara
manusia dalam hal ini adalah bayi musa.
Yakfulu dapat
juga diartikan menjamin, seperti dalam surah an-nisa ayat 85, “waman yasyifa
‘syafa atan sayyiatan yakun lahu rifkun munha.” (barang siapa yang memberi
syafaat (melindungi hak-hak orang dari kemudharatannya) yang buruk niscaya ia
akan memikul (resiko) bagian daripadanya.) secara istilah menurut KH Latif
Mukhtar, MA.[14]
Mungkin istilah at-takaful berasal dari fikrah atau konsep Syekh Abu Zahra,
Seorang fakih di mesir yang menulis buku Takaful Al-Ijtima’i Al-Islam (Sosial
Security in Islam atau Jaminan sosial dalam islam).
Takaful[15]
dalam pengertian muamalah ialah saling memikul resiko diantara sesama orang
sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang
lainnya. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling menolong dalam
kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana Tabarru’ dana ibadah,
sumbangan, derma yang ditunjukkan untuk menanggung resiko. Takaful dalam
pengertian ini sesuai dengan al-qur’an’
“Dan Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa; dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (TQS. Al-Maidah : 2)
Menurut
Syekh Abu Zahrah;[16]yang
dimaksud dengan attakaful al-ijtima’i itunialah bahwa setiap individu suatu
masyarakat berada dalam jaminan atau tanggungan masyarakatnya. Setiap orang
yang memiliki kemampuan menjadi penjamin dengan suatu kebajikan abgi setiap
potensi kemanusiaan dalam memasyarakat sejalan dengan pemeliharaan kemaslahatan
individu yakni, dalam hal menolak yang merusak dan memelihara yang baik agar
terhindar dari berbagai kendala pembangunan masyarakat dibangun diatas
dasar-dasar yang benar. Ungkapan yang paling tepat untuk makna attakaful
al-ijtima’i kata syekh abu zahra ialah sabda nabi SAW.,
“Mukmin Terhadap Mukmin yang lain seperti bangunan memperkuat satu sama
lain.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
“Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu
badan, apabila salahsatu anggota badan itu menderita sakit maka seluruh badan
merasakannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Takaful
dalam pengertian Muamalah diatas, ditegakkan diatas tiga prinsip dasar.[17]
a)
Saling Bertanggung jawab.
Banyak Hadits
Nabi SAW. Seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yang mengajarkan
Bahwa hubungan orang-orang yang beriman dalam jalinan rasa kasih sayang satu
sama lain, ibarat satu badan, bila satu bagian tubuh sakit, maka seluruh
anggota tubuh akan turut merasakan penderitaan.
“Setiap orang dari kamu adalah pemikul tanggung jawab dan
setiap kamu bertanggung jawab terhadap orang-orang dibawah tanggung jawab
kamu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
“Tidak sempurna keimanan seorang mukmin sehingga ia
menyukai sesuatu untuk saudaranya sebagaimana ia menyukai sesuatu itu untuk
dirinya sendiri.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
b)
Saling Bekerjasama dan Saling Membantu
Allah SWT
Memerintahkan agar dalam kehidupan bermasyarakat ditegakkan nilai tolong
menolong dalam kebajikan dan taqwa, sebagaimana Firman-Nya.:
“....Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa,
janganlah tolong menolong dalam dosa dan permusuhan...” (TQS. Al-Maidah : 2)
Hadits Nabi SAW. Mengajarkan bahwa orang
yang meringankan kebutuhan hidup saudaranya akan diringankan kebutuhannya oleh
allah. Allah akan menolong hambanya selagi ia menolong saudaranya.
c)
Saling Melindungi
Hadits Nabi
SAW. Mengajarkan bahwa belum sempurna keimanan seseorang yang dapat tidur
dengan nyenyak dengan perut kenyang sedangkan tetangganya menderita kelaparan.
“Orang muslim adalah orang yang memberikan keselamatan
kepada sesama muslim dari gangguan perkataan dan perbuatan.”
Dasar pijak Takaful dalam asuransi
mewujudkan hubungan manusia yang islami diantara para pesertanya yang sepakat
untuk menanggung bersama diantara mereka atas resiko yang diakibatkan musibah
yang diderita oleh peserta sebagai akibat dari kebakaran, kecelakaan,
kehilangan, sakit, dan sebagainya.
Semangat asuransi takaful adalah
menekankan kepada kepentingan bersama atas dasar rasa persaudaraan diantara
peserta. Persaudaraan disini meliputi dua bentuk : Persaudaraan berdasarkan
kesamaan keyakinan (ukhuwah islamiyah) dan persaudaraan atas dasar kesamaan
derajat manusia (ukhuwah insaniyah).[18]
BAB III
PENUTUP
Kesimpualan
Kata
Asuransi (konvensional) berasal
dari bahasa belanda, assurantie,
yang dalam hukum belanda disebut Verzkering
yang artinya Pertanggungan. Dari peristilahan Assurantie kemudian timbul Istilah Assuradeur bagi Penanggung, dan Geassureerde bagi tertanggung.
Dalam bahasa arab asuransi (Syariah) disebut at-ta’min, penanggung disebut mu’ammin, sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min, at-ta’min diambil dari kata amana memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman,
dan bebas dari rasa takut.
Asuransi konvensional dan syariah memiliki beberapa
perbedaan dan persamaan, namun asuransi memiliki manfaat yang jauh lebih banyak
ketimbang asuransi konvensional, disamping tidak memiliki pertentangn dengan
hukum dan kaidah agama.
Sedangkan at-takaful adalah nama lain dari asuransi
syariah, yang didalamnya memiliki tiga prinsip dasar, yaitu :
a)
Saling Bertanggung jawab.
b)
Saling Bekerjasama dan Saling Membantu, serta
c)
Saling Melindungi.
Wallahu a’lamu._
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah Muhammad, At-Takaful
Al-Ijtima’i Fil Islam. 1964. Darul Qaumiyah Lil Tiba’ah Wal Nasyir. Kairo,
1964.
Ali Yafie, Asuransi Dalam Pandangan
Islam, dalam Menggagas Fiqih Sosial. Mizan, Bandung. 1994
Ali Yafie, Fiqih Perdagangan Bebas,
BSM – Teraju, Jakarta, 2003
C . Arthur Williams Jr. And Richard M. Heins. Risk Management and Insurance, Fifth Edition, LOMA,1987
DAI, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 dan Peraturan
Pelaksanaan Tentang Usaha Perasuransian, Edisi 2003.
Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta,2000.
Herman Darmawi, Manajemen Resiko, Bumi Aksara, Jakarta,1999.
Juhaya S Praja. Asuransi Takaful.Pranata.
Edisi I,1994
Juhaya S Praja, Daya Saing Asuransi
Takaful Menuju Era Liberalisasi Ekonomi. Makalah Seminar Asuransi Islam,
FMIPA Unpad, Tanggal 11 Pebruari 1995.
Latif Abdul Mahmud Al Mahmud, At Ta’min Al Ijtima’i Fi Dhanu’i As-Syari’ah
Al-Islamiyah, Dar An Nafais, Beirut,1994.
Mark R. Greene, Life and Health Insurance Companiea As Financial
Institutions, LOMA; 1995.
Muhammad Syakir Sula. Konsep Asuransi dalam Islam. Pondok Pesantren
Mahasiswa (PPM) Fi Zhilal Al-Qur’an Jatinangor, Bandung, Desember 2006
Robert I Mehr, Life Insurance Theory and Practice,Business Publication Inc.
1985.
Salim Segaf al-jufri. Ar-Riba
Wa Adhraruhu alal Mujtama’ Al-islami, 1400 H.
Syarikat Takaful Malaysia, Buku panduan Pendirian Syarikat Takaful
Malaysia, 1984.
[1] KH Ali Yafie, Asuransi dalam
pandangan syariat islam, Menggagas fiqih sosial , penerbit
Mizan,Bandung,1994, hlm.205-206. lihat juga Emmy P Simanjuntak. Hukum
Pertanggungan, UGM. Yogyakarta. 1982,hlm. 7.
[2] Robert I Mehr, Life Insurance
Theory and Practice, 1985. Business Publication Inc
[3] Mark R Greene, Life and
Health Insurance Compaines as Financial Institutions, 1984. LOMA
[4] C. Artur Williams Jr. and Ricard M.
Heins,risk manajemen and insurance, fifth edition, 1987. Mc. Graw-Hill
Book Company, hlm. 214-215.
[5] Herman
Darmadi, Manajemen Asuransi,2000, Bumi Aksara,Jakarta,hlm.2-3.
[6] Dewan Asuransi Indonesia, Undang –
Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 dan Peraturn Pelaksanaan Tentang
Usaha Perasuransian, Edisi 2003, DAI, hlm. 2-3
[8] Jubran Ma’mud, Ar-Ra’id, Mu’jam Lughawy ‘Ashry, Beirut, Daar Al-Islami Li Al Malayin, t.t
jilid I. Hal.30
[10] Musthafa Ahmad Zarqa, Al-Ightishadi
Al-Islamiyah – Nidzomutta’min......., Beirut. Dar Al-Fiqr,1968.
[11] Husain Hamid Hisan, Hukmu
asy-Syari’ah al-Islamiyyah Fii ‘Uquudi at-Ta’miin, Daru al-isham.
Kairo,hlm.2
[16] Abu Zahrah Muhammad, At-Takaful
Al-Ijtima’i Fil Islam. 1964. Darul Qaumiyah Lil Tiba’ah Wal Nasyir. Kairo.
[18] Juhaya S Praja, Daya
Saing Asuransi Takaful Menuju Era Liberalisasi Ekonomi, Makalah Seminar
Asuransi Islam. FMIPA Unpad, Tgl 11 Februari 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar